Oleh Hana Fathiya Dasairy[1]
Berjalan menelusuri
dan mempelajari kehidupan di negeri sendiri merupakan salah satu keharusan bagi
generasi muda sebagai penerus bangsa. Tidak bisa dipungkiri, banyak persoalan
dalam negeri ini yang belum
terselesaikan terutama dalam menuntaskan
kemiskinan. Tidak sedikit orang diluar sana yang membutuhkan uluran tangan kita
agar bisa hidup layak. Rintihan mereka menjadi
bukti nyata Indonesia memerlukan sosok pemimpin yang bisa membawa perubahan ke
arah yang lebih baik.
Negara
yang memiliki wilayah
laut
yang sangat luas dan dikelilingi banyak pulau menjadikan
Indonesia disebut sebagai negara maritim. Meskipun Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan yang merupakan
sumber daya maritim yang sangat kaya, rupanya belum banyak memberikan kontribusinya dalam
dunia perekonomian. Hal ini diperlihatkan dari data secara
kasat mata bahwa masyarakat pesisir yang merupakan masyarakat yang paling dekat
dengan sumberdaya pesisir dan laut umumnya masih tergolong pada masyarakat
miskin atau dikategorikan sebagai masyarakat dengan tingkat kesejahteraan
rendah.
Fakta hari
ini adalah kehidupan nelayan yang masih miskin, pemukiman mereka kumuh, dan tingkat
pendapatan dan pendidikan mereka rendah. Mereka rentan terhadap perubahan-perubahan sosial, politik,
dan ekonomi, serta tidakberdaya menghadapi intervensi pemodal dan lintah darat.
Kondisi inilah yang membuat masyarakat pesisir tetap tertinggal.
Cara
pandang bahwa Indonesia adalah Negara agraris sebenarnya tidak salah, tetapi
dengan meninggalkan peranan laut yang sesungguhnya merupakan bagian terbesar
wilayah RI, nampaknya menjadi hambatan besar Indonesia untuk menjadi poros maritim
dunia yang menjadi salah satu visi Presiden Jokowi dalam masa pemerintahannya
tahun 2014-2019.
Mengingat
kebijakan ekonomi yang diluncurkan untuk membangun serta
mengembangkan sektor kemaritiman, menjadi penting bagi kita untuk
menengok kehidupan masyarakat pesisir. Pendidikan yang rendah menjadi penyebab
masyarakat pesir tetap miskin dan terbelakang. Meski pemerintah telah
mencanangkan program Indonesia Pintar dengan wajib belajar 12 tahun dengan
biaya gratis, rupanya hal itu belum bisa dirasakan masyarakat pesisir terutama
mereka yang tinggal di pulau terpencil. Minimnya tenaga pengajar, fasilitas
pendidikan yang kurang memadai dan jauhnya jarak menjadi penyebab banyaknya
anak pesisir yang memutuskan untuk berhenti sekolah.
Bagi
mereka,
pendidikan yang tinggi hanyalah sebuah mimpi, dimana pendidikan menurut mereka hanyalah sebatas modal
untuk mereka menulis,
membaca, berhitung dan tidak lebih dari itu. Padahal jika anak pesisir mampu menjalani pendidikan
tinggi, mereka akan menjadi sumber daya manusia yang cerdas dalam mengelola kekayaan
lautan di Indonesia yang menjadi sumber kekayaan terbesar dalam pembangunan
Indonesia.
Tidak hanya
itu, hingga kini ratusan pulau terpencil dan terluar yang dihuni nelayan
nampaknya belum dapat menikmati ketersediaan listrik. Jangankan untuk
mengembangkan poros maritim dunia, untuk sekedar menikmati penerangan listrik
di malam hari pun para nelayan Indonesia itu sangat kesulitan. Belum selesai
disitu, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan untuk nelayan dan masyarakat
pesisir khususnya
yang berada di pulau-pulau kecil sangat memprihatinkan. Padahal, kondisi lingkungan yang
berdekatan dengan laut dan cuaca yang sering berubah-ubah, membuat wilayah pesisir lebih rentan terkena
penyakit.
Oleh sebab
itu, pemberdayaan masyarakat pesisir perlu mendapat
perhatian serius dari berbagai pihak, khususnya pemerintah. Begitu pun
pemerintah berharap besar kepada kita para pemuda untuk bisa berpartisipasi dalam membangun
maritim Indonesia yang telah melekat menjadi identitas bangsa.
Kita ubah
mindset pembangunan kita dengan berkiblat kelaut dan memberdayakan masyarakat
pesisir adalah langkah pertama dan utama.! (end)
[1] Mahasiswa Semester 3 Jurusan
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.