Jumat, 22 Juli 2016

AWAS,VAKSIN PALSU!

Oleh: Hana Fathiya Dasairy
Dept. Kajian dan Strategis DEMA FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Geger vaksin palsu yang beredar di sejumah rumah sakit selama bertahun-tahun mulai terbongkar bobrok kejahatannya. Mirisnya, oknum yang sering dipandang sebagai dalang dari kejadian ini adalah dokter, perawat, bidan, bahkan apoteker.

Tahukah kalian jika vaksin palsu telah menambah masalah baru dalam dunia kesehatan di Indonesia? Pasalnya, pada Juni 2016, masyarakat kembali dibuat risau dengan beredarnya vaksin palsu pada beberapa fasilitas kesehatan di wilayah Indonesia. Ironisnya, vaksin ini disinyalir peredarannya telah ada sejak 2003 silam. Kesehatan generasi masa depan kini perlahan direnggut oleh peredaran obat dan vaksin palsu yang mengerikan. Akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, anak-anak bangsa terpaksa menjadi korbannya. Siapa yang harus disalalahkan? Mengapa semua pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan seolah saling melemparkan tanggung jawab? Dimana pemerintah yang seharusnya mengambil kebijakan? Sekarang yang terlihat ialah fasilitas kesehatan justru mengancam kesehatan dengan adanya vaksin palsu. Ada apa sebenarnya dengan vaksin palsu? Semua akan diulas pada artikel ini.

Vaksin seperti yang kita ketahui merupakan bakteri dan virus yang telah dilemahkan, kemudian diberikan kepada seseorang sehingga memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit. Hingga saat ini, tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak penyakit infeksi dan menular yang berbahaya bahkan mematikan seperti meningitis, hepatitis, tuberkulosis, polio, dan penyakit lain yang salah satu pencegahannya adalah dengan pemberian vaksin. Faktanya, vaksin yang diindikasi palsu ini membuat balita dan anak-anak yang melakukan imunisasi terancam terserang penyakit. Masyarakat merasa dirugikan selain karena biaya yang mahal namun juga implikasi yang lebih serius akibat hilangnya imunitas dalam tubuh anak bahkan adanya kemungkinan masuknya zat-zat tertentu yang berdampak buruk terhadap kesehatan anak pada jangka panjang.

Mengapa vaksin ini dapat beredar? Jawabannya adalah karena adanya oknum pembuat vaksin palsu, permintaan vaksin di luar program pemerintah serta fasilitas kesehatan diluar pemerintah yang bertindak sebagai penerima vaksin palsu. Terdapat sembilan vaksin program pemerintah yang semuanya bisa didapatkan secara gratis di Puskesmas atau Posyandu. IDI (Ikatan Dokter Indonesia) mengakui kekosongan vaksin impor menjadi alasan peredaran vaksin palsu, kelangkaan yang terjadi ini dikarenakan tingginya permintaan vaksin yang membuat rumah sakit mencari vaksin sendiri untuk memenuhi permintaan pasien. Meskipun pemerintah sudah menyediakan vaksin lokal, tidak sedikit masyarakat yang memilih menggunakan vaksin impor ketika melakukan imunisasi. Hal inilah yang perlu diperhatikan khususnya bagi orangtua untuk waspada dengan vaksin yang diberikan oleh rumah sakit swasta dan klinik-klinik karena asal muasal vaksin yang tidak terjamin, bisa dari pemerintah atau dari produsen lain.

Sejak 1977 pemerintah Indonesia telah melaksanakan program imunisasi untuk setiap bayi di Indonesia dengan program imunisasi wajib seperti imunisasi (BCG, DPT, Hepatitis B, dan Polio) sebagai upaya dalam pencegahan penyakit. Namun pada 2016, Masyarakat dihebohkan dengan berita beredarnya vaksin palsu yang membuat para orangtua khawatir dan takut melakukan imunisasi untuk sang buah hati.
Reaksi masyarakat bertambah parah setelah mengetahui hasil rapat kerja tindak lanjut penanggulangan vaksin palsu yang dihadiri oleh Menkes RI, Bareskim Polri, BPOM RI, IDAI, Biofarma, dan Satgas penanggulangan vaksin palsu pada hari Kamis (14/07/2016). Hasil rapat tersebut menguak 14 rumah sakit dan 8 klinik/bidan yang menerima vaksin palsu. Rumah sakit tersebut mayotitas tersebar di Bekasi dan sisanya Jakarta Timur. Berita ini membuat masyarakat naik pitam sehingga rumah sakit tersebut langsung digeruduk masyarakat yang memintai pertanggungjawaban.

Begitupun dengan tersangka yang ditetapkan oleh Bareskrim Polri dari hari ke hari terus bertambah. Hingga hari dimana artikel ini ditulis (22/07/2016) jumlah tersangka yang ditetapkan sebanyak 23 orang, tidak menutup kemungkinan jumlah  rumah sakit dan klinik yang menerima vaksin palsu maupun jumlah tersangka akan terus bertambah selama proses tindak lanjut. Lantas, bagaimana hukuman kepada rumah sakit dan oknum yang terlibat atas kejahatan vaksin palsu ini?

Berpangkal pada persoalan tersebut, menjadi penting untuk melihat bagaimana sebenarnya hukum menempatkan tanggung jawab semua pihak, khususnya rumah sakit, sebagai badan hukum atau korporasi dalam peristiwa vaksin palsu ini. Jika kita kaji Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, terdapat dua pasal yang berbicara hukuman pidana bagi para sindikat kasus vaksin palsu.
Kita bisa lihat pada pasal 196 yang menyatakan, “Setiap orang yang sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu diancam pidana penjara sampai dengan 10 (sepuluh) tahun dan denda maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

 Selanjutnya dalam pasal 197 yang menyatakan, “Setiap orang yang sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar diancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda maksimal Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pertanyaan yang hingga saat ini masih menjadi teka-teki adalah tentang hukuman untuk rumah sakit. Berdasarkan hasil kajian kami, menteri kesehatan Nila F Moelek sepertinya belum bisa  menentukan pasal yang bakal digunakan untuk menjerat rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu. Hal ini disebabkan masih beroperasinya kepolisian yang melacak adanya peran oknum di belakang rumah sakit. Kita tidak boleh serta merta menyalahkan manajemen rumah sakit dalam kasus ini, karena bisa saja rumah sakit tidak mengetahui vaksin yang dibelinya palsu..Jika manajemen yang salah, konsekuensinya akan terkena hukuman fasilitas kesehatan. Tetapi jika oknum (individu) yang salah, maka sanksinya adalah hukum pidana.

Menanggapi kasus ini, pemerintah terus berupaya mengupas tuntas sindikat kasus vaksin palsu dan memastikan semua bayi dan anak berusia di bawah lima tahun (balita)  yang diduga telah terpapar vaksin palsu di sejumlah rumah sakit dalam beberapa tahun terakhir akan mendapat vaksinasi ulang secara gratis. Selain memberi penanganan medis, pemerintah juga membuka posko pengaduan dan call center bagi masyarakat yang menjadi korban. Dalam hal ini, pemerintah menghimbau bagi masyarakat yang menjadi korban vaksin palsu agar tetap tenang dalam menghadapi masalah pemberian vaksin palsu karena peristiwa ini menyangkut waktu yang lama, maka perlu kehati-hatian dan penelusuran pasti membutuhkan jangka waktu yang panjang, sehingga siapapun yang dirugikan akibat vaksin palsu ini betul-betul terdata.


Mengingat kejadian ini menyangkut kelalaian tenaga kesehatan. penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu menerapkan kolaborasi antar profesi dalam memenuhi hak pasien, dengan membangun sinergi antar profesi kesehatan, maka akan tercipta peningkatan pada mutu pelayanan kesehatan. Semangat antar profesi akan semakin meningkat jika penghargaan dan peran dapat diberikan secara optimal pada setiap profesi dalam semangat kebersamaan dan kesetaraan dalam satu tim kesehatan. Tim yang baik adalah tim yang saling komplementer, bukan subordinate dari anggota tim. Karena sesungguhnya setiap profesi memiliki keunikan dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh profesi lain. Semoga kasus vaksin palsu ini dapat segera dibenahi dari regulasi produksi, distribusi, hingga tenaga medis dan pasien sehingga masyarakat dapat kembali mengikuti program vaksinasi dengan aman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGENAL DASAR ILMU GIZI KESMAS

Kondisi Gizi Anak Indonesia sumber: https://kominfo.go.id/content/all/infografis?page=113 Deskripsi mata Kuliah Memberikan pemahama...